DEFINISI
IT FORENSIK
Komputer Forensik atau
IT Forensik adalah suatu disiplin ilmu turunan keamanan komputer yang membahas
tentang temuan bukti digital setelah suatu peristiwa terjadi. Kegiatan forensik
komputer sendiri adalah suatu proses mengidentifikasi, memelihara, menganalisa,
dan mempergunakan bukti digital menurut hukum yang berlaku.
Sedangkan definisi
forensik IT menurut para ahli diantaranya :
·
Menurut Noblett, yaitu
berperan untuk mengambil, menjaga, mengembalikan, dan menyajikan data yang
telah diproses secara elektronik dan disimpan di media komputer.
·
Menurut Judd Robin,
yaitu penerapan secara sederhana dari penyidikan komputer dan teknik
analisisnya untuk menentukan bukti-bukti hukum yang mungkin.
·
Menurut Ruby Alamsyah
(salah seorang ahli forensik IT Indonesia), digital forensik atau terkadang
disebut komputer forensik adalah ilmu yang menganalisa barang bukti digital
sehingga dapat dipertanggungjawabkan di pengadilan. Barang bukti digital
tersebut termasuk handphone, notebook, server, alat teknologi apapun yang
mempunyai media penyimpanan dan bisa dianalisa.
Adapun orang-orang
yang berhubungan dengan penggunaan IT forensik seperti :
·
Petugas
Keamanan (Officer / as a First Responder)
Memiliki kewenangan
tugas antara lain : mengidentifikasi peristiwa, mengamankan bukti, pemeliharaan
bukti yang temporer dan rawan kerusakan.
·
Penelaah
Bukti (Investigator)
Sosok yang paling
berwenang dan memiliki kewenangan tugas antara lain: menetapkan
instruksi-instruksi, melakukan pengusutan peristiwa kejahatan, pemeliharaan
integritas bukti.
·
Teknisi
Khusus
Memiliki kewenangan
tugas antara lain : memeliharaan bukti yang rentan kerusakan dan menyalin
storage bukti, mematikan (shuting down) sistem yang sedang berjalan,
membungkus/memproteksi bukti-bukti, mengangkut bukti dan memproses bukti. IT
forensik digunakan saat mengidentifikasi tersangka pelaku tindak kriminal untuk
penyelidik, kepolisian, dan kejaksaan.
MANFAAT
IT FORENSIK
·
Memulihkan data dalam
hal suatu hardware/ software yang mengalami kerusakan (failure).
·
Dalam kasus hukum,
teknik digital forensik sering digunakan untuk meneliti sistem komputer milik
terdakwa (dalam perkara pidana) atau tergugat (dalam perkara perdata).
·
Meneliti suatu sistem
komputer setelah suatu pembongkaran/ pembobolan, sebagai contoh untuk
menentukan bagaimana penyerang memperoleh akses dan serangan apa yang
dilakukan.
·
Memperoleh informasi
tentang bagaimana sistem komputer bekerja untuk tujuan debugging, optimisasi
kinerja, atau membalikkan rancang-bangun.
TUJUAN
IT FORENSIK
Tujuan utama dari
kegiatan forensik IT adalah untuk mengamankan dan menganalisa bukti digital
dengan cara menjabarkan keadaan terkini dari suatu artefak digital. Istilah
artefak digital dapat mencakup sebuah sistem komputer, media penyimpanan
(harddisk, flashdisk, CD-ROM), sebuah dokumen elektronik (misalnya sebuah email
atau gambar), atau bahkan sederetan paket yang berpindah melalui jaringan
komputer.
BUKTI
DIGITAL
Dunia digital memang
cukup luas cakupannya. Proses-proses yang menggunakan pulsa listrik dan logika
biner bukan hanya digunakan oleh perangkat komputer. Bukti digital adalah
informasi yang didapat dalam bentuk/format digital (Scientific Working Group on
Digital Evidence, 1999). Bukti digital ini bias berupa bukti riil maupun
abstrak (perlu diolah terlebih dahulu sebelum menjadi bukti yang riil).
Beberapa contoh bukti digital yaitu E-mail, Spreadsheet file, Source code
software, File bentuk image, Video, Audio, Web browser bookmark, cookies,
Deleted file, Windows registry, Chat logs
4
(EMPAT) ELEMEN KUNCI IT FORENSIK
Terdapat empat elemen
Kunci Forensik yang harus diperhatikan berkenaan dengan bukti digital dalam
Teknologi Informasi, adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi dalam bukti digital
(Identification/Collecting Digital Evidence)
Merupakan tahapan
paling awal dalam teknologi informasi. Pada tahapan ini dilakukan identifikasi
dimana bukti itu berada, dimana bukti itu disimpan, dan bagaimana
penyimpanannya untuk mempermudah penyelidikan.
2. Penyimpanan bukti digital (Preserving Digital
Evidence)
Bentuk, isi, makna
bukti digital hendaknya disimpan dalam tempat yang steril. Untuk benar-benar
memastikan tidak ada perubahan-perubahan, hal ini vital untuk diperhatikan.
Karena sedikit perubahan saja dalam bukti digital, akan merubah juga hasil
penyelidikan. Bukti digital secara alami bersifat sementara (volatile),
sehingga keberadaannya jika tidak teliti akan sangat mudah sekali rusak,
hilang, berubah, mengalami kecelakaan.
3. Analisa bukti digital (Analizing Digital
Evidence)
Barang bukti setelah
disimpan, perlu diproses ulang sebelum diserahkan pada pihak yang membutuhkan.
Pada proses inilah skema yang diperlukan akan fleksibel sesuai dengan
kasus-kasus yang dihadapi. Barang bukti yang telah didapatkan perlu diexplore
kembali beberapa poin yang berhubungan dengan tindak pengusutan, antara lain:
(a) Siapa yang telah melakukan. (b) Apa yang telah dilakukan (Ex. Penggunaan
software apa), (c) Hasil proses apa yang dihasilkan. (d) Waktu melakukan.
Setiap bukti yang ditemukan, hendaknya kemudian dilist bukti-bukti potensial
apa sajakah yang dapat didokumentasikan.
4. Presentasi bukti digital (Presentation of
Digital Evidence).
Kesimpulan akan
didapatkan ketika semua tahapan tadi telah dilalui, terlepas dari ukuran
obyektifitas yang didapatkan, atau standar kebenaran yang diperoleh, minimal
bahan-bahan inilah nanti yang akan dijadikan “modal” untuk ke pengadilan.
Proses digital dimana bukti digital akan dipersidangkan, diuji otentifikasi dan
dikorelasikan dengan kasus yang ada. Pada tahapan ini menjadi penting, karena disinilah
proses-proses yang telah dilakukan sebelumnya akan diurai kebenarannya serta
dibuktikan kepada hakim untuk mengungkap data dan informasi kejadian.
Contoh kasus IT Forensik :
KOMPAS.com — Kelompok hak asasi anak dari Belanda, Terre des Hommes, melakukan penelitian untuk memancing para pelaku pariwisata seks anak melalui webcam atau webcam child sex tourism(WCST). Para paedofil itu dipancing dengan anak perempuan virtual.
Karakter anak itu didesain dengan metode tiga dimensi (3D), memiliki perawakan Filipina, berusia 10 tahun, dan diberi nama "Sweetie". Karakter virtual itu dikendalikan oleh para peneliti Terre des Hommes di Amsterdam, Belanda.
Untuk memulai penelitian, Sweetie memasuki ruang bincang publik di internet (public chat room). Dalam kurun waktu relatif singkat, lebih dari 20.000 paedofil dari seluruh dunia mendekati Sweetie dan memintanya melakukan aksi seksual melalui webcam perangkat komputer.
Para peneliti Terre des Hommes merekam pembicaraan dan interaksi para paedofil dengan Sweetie. Kemudian, para peneliti mengumpulkan informasi pribadi pelaku kekerasan seksual pada anak itu melalui akun media sosial.
Kesimpulan penelitian Terre des Hommes menunjukkan, 1.000 orang dewasa dari 71 negara terlibat dalam pariwisata seks anak melaluiwebcam.
Menurut data PBB dan FBI, setiap saat ada 750.000 pelaku kekerasan seksual anak yang terhubung dengan internet.
Di wilayah Asia Tenggara, banyak anak dari Filipina yang menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan secara online dari webcamperangkat komputer.
Country Manager Terre des Hommes Indonesia Sudaryanto mengatakan, kekerasan seksual macam ini sedang meningkat di beberapa lokasi di Filipina, baik itu atas kemauan si anak sendiri, diorganisasi oleh orang dewasa, ataupun diminta oleh orangtuanya.
Di Indonesia, setidaknya terlacak tiga pelaku yang mengeksploitasi anak dengan praktik kekerasan seksual melalui webcam. "Kami tak bisa memastikan apakah itu warga negara Indonesia atau bukan. Kami juga tak bisa melacak posisi pastinya. Tapi yang jelas kekerasan seksual pada anak melalui media online akan terus berkembang dari sisi teknologi ataupun modusnya," katanya.
Meskipun kekerasan seksual pada anak melalui webcam dilarang oleh kebanyakan hukum nasional dan internasional, kenyataannya hanya 6 pelaku yang sudah dipidana di seluruh dunia.
Terre des Hommes berpendapat, masalah terbesar adalah, pihak polisi tidak mengambil tindakan apa pun jika tak ada korban anak yang melaporkan kasus tersebut. Namun, pada kenyataannya juga, hampir semua anak tidak pernah melaporkan bentuk kekerasan tersebut.
Regional Operations Manager Terre des Hommes South East Asia Rini Murwahyuni berpendapat, pemerintah dan penegak hukum dapat melakukan investigasi dan pro-aktif berpatroli di hotspot internet umum yang sering digunakan untuk melakukan kekerasan seksual pada anak lewat webcam.
Rini mengatakan, efek psikologis yang diterima anak korban kekerasan seksual secara online sama dengan anak korban kekerasan seksual fisik. Korban mengalami masalah rendah diri akut, harga diri tercerabut, merasa tidak berarti lagi, dan menunjukkan gejala stres pasca-trauma.
(Sumber: http://tekno.kompas.com/read/2013/11/08/1001429/Dipancing.Bocah.Perempuan.20.000.Paedofil.Mendekat)
PENDAPAT :
Dunia forensik IT di Indonesia merupakan hal yang baru dalam penanganan kasus hukum. Hal ini ditandai dengan semakin maraknya kejahatan melalui media online. Kejahatan tersebut salah satunya adalah kejahatan pada anak. Seperti berita yang disajikan di atas, setiap saat ada 750.000 pelaku kekerasan seksual anak yang terhubung dengan internet. Dan di Indonesia setidaknya terlacak tiga pelaku yang mengeksploitasi anak dengan praktik kekerasan seksual melalui webcam.
Masalah terbesar adalah, pihak polisi tidak mengambil tindakan apa pun jika tak ada korban anak yang melaporkan kasus tersebut. Namun, pada kenyataannya juga, hampir semua anak tidak pernah melaporkan bentuk kekerasan tersebut. Hal inilah yang membuat angka kejahatan online semakin meningkat. Kejahatan online yang terjadi tidak sebanding dengan tim IT forensik yang ada di Indonesia, dikarenakan IT forensik belom menjadi hal yang "diperlukan".
Oleh karena itu, diperlukan kesigapan dan keaktifan oleh pihak kepolisian dalam menangani kejahatan online ini. Elemen yang menjadi kunci dalam proses forensik IT haruslah diperhatikan dengan teliti oleh para penyidik di kepolisian. Proses ini bertujuan agar suatu bukti digital tidak rusak sehingga dapat menimbulkan kesalahan analisis terhadap suatu kasus hukum yang melibatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan menjaga bukti digital tetap aman dan tidak berubah, maka kasus hukum akan mudah diselesaikan.
Referensi :
http://ekayuliiantii.blogspot.co.id/2013/07/it-forensik-dan-contoh-kasus.html
http://www.ivantinusjerry.asia/2015/07/definisi-kasus-it-forensik.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar